Demikianlah halnya dengan kehebatan dan keberhasilan dunia barat. Dunia barat merasa bahwa keberhasilan dan kemajuan mereka mulai berhasil dicapai, sejak mereka menjauhkan belenggu “agama” dari urusan dunia mereka. Akibatnya, mereka merasa bahwa keberhasilan dan kemajuan mereka berhasil dicapai berkat kecerdasan, pengalaman, dan kegigihan mereka sendiri, tanpa ada campur tangan sedikitpun dari Allah.
Tidak heran bila banyak dari umat Islam yang menyeru agar umat Islam napak tilas dengan dunia barat. Betapa banyak tokoh dan ilmuan muslim yang beranggapan, bahwa agama Islam telah menjadi penghalang kemajuan dan kejayaan umatnya. Tidak mengharankan bila paham sekuler laris manis dipelajari dan diajarkan di berbagai sekolahan yang ada di masyarakat Islam.
Di antara wujud nyata dari sikap napak tilas yang ada pada umat Islam ialah sikap banyak aktivis, bahkan tokoh agama untuk membelok-belokkan berbagai prinsip, dalil dan hukum Islam agar selaras dengan berbagai teori perekonomian barat. Semua ini demi mewujudkan impian menjadi negara maju dan makmur seperti yang terjadi di dunia barat.
Bila kita sedikit jujur saja, niscaya kita menyadari bahwa impian kita di atas serupa dengan impian masyarakat Karun kala itu. Kita beranggapan bahwa keberhasilan, kekayaan dan kemajuan pasti dapat digapai dengan pendidikan yang maju, kerja keras, dan sistem yang bagus. Kita akan mencibir setiap orang yang mengatakan bahwa iman dan amal shaleh merupakan faktor utama tercapainya keberhasilan, kejayaan, kedamaian dan kemajuan.
Kita semua lalai, bahkan banyak dari pakar ekonomi kita yang tidak percaya bahwa rezeki dan segala kenikmatan dunia adalah karunia dan nikmat dari Allah. Bahkan, banyak dari kita yang berusaha untuk melupakan, bahwa hanya Allah Ta’ala yang menurunkan dan mengatur segala urusan makhluk-Nya?!
Saudaraku, camkanlah firman Allah Ta’ala pada hadits qudsy berikut,
(يَا عِبَادِي كُلُّكُمْ جَائِعٌ إِلاَّ مَنْ أَطْعَمْتُهُ، فَاْسْتَطْعِمُونِي أُطْعِمْكُمْ، يَا عِبَادِي كُلُّكُم عَارٍ إِلاَّ مَنْ كَسَوتُهُ فَاسْتَكْسُونِي أَكْسُكُمْ. (رواه مسلم
“Wahai hamba-hamba-Ku; kalian semua dalam kelaparan, kecuali orang yang telah Aku beri makan, maka memohonlah makan kepada-Ku, niscaya Aku akan memberimu makan. Wahai hamba-hamba-Ku, kalian semua dalam keadaan telanjang (tidak berpakaian), kecuali orang yang telah Aku karuniai pakaian, maka mohonlah pakaian kepada-Ku, niscaya Aku akan mengaruniaimu pakaian.” (HR. Muslim).
(إِنَّ الله تَعَالَى هُوَ المُسَعِّرُ القَابِضُ البَاسِطُ الرَّازِقُ (رواه أبو داود وابن ماجة وصححه الألباني
“Sesungguhnya Allah Ta’ala-lah Yang menentukan harga (menciptakan berbagai hal yang mempengaruhi harga-pen), Yang Menyempirkan dan melapangkan rezeki, serta Maha Pemberi Rezeki.” (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah dan dishahihkan oleh al-Albani).
Demikianlah Karun -sang pencetus paham ekonomi ini- dengan kekayaannya yang berlimpah ruah, merasa telah berhasil mencapai kejayaan dan kemajuan. Akan tetapi tidak di duga-duga, pada saat itulah Allah Ta’ala menimpakan kemurkaan dan adzab-Nya,
فَخَسَفْنَا بِهِ وَبِدَارِهِ الْأَرْضَ فَمَا كَانَ لَهُ مِن فِئَةٍ يَنصُرُونَهُ مِن دُونِ اللَّهِ وَمَا كَانَ مِنَ المُنتَصِرِينَ
“Maka, Kami benamkanlah Karun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golongan yang kuasa menolongnya dari adzab Allah, dan tiada pula ia termasuk orang-orang yang kuasa menyelamatkan/memmbela (dirinya sendiri).” (Qs. al-Qashash: 81).
Demikianlah halnya bila kemurkaan dan adzab Allah Ta’ala telah datang dan menimpa kaum kafirin. Tiada yang kuasa menolak adzab agar tidak datang dan tiada yang mampu menolong setelah adzab tiba. Demikian pula apa yang kita rasakan sekarang, tatkala adzab Allah telah menimpa kaum sekuler para pemuja harta kekayaan, dengan dihancurkannya perekonomian mereka, tiada yang kuasa mencegah dan tiada yang berdaya menyelamatkan.
Ini semua sebagai bukti dari sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
( إِنَّ اللهَ لَيُمْلِي لِلظَّالِمِ حَتَّى إِذَا أَخَذَهُ لمَ ْيُفْلِتْه . (قال ثم قرأ ) وَكَذَلِكَ أَخْذُ رَبِّكَ إِذَا أَخَذَ الْقُرَى وَهِيَ ظَالِمَةٌ إِنَّ أَخْذَهُ أَلِيمٌ شَدِيدٌ ( متفق عليه
“Sesungguhnya Allah Ta’ala menunda orang yang berbuat kezhaliman, hingga bila telah datang saatnya Ia menimpakan adzab kepadanya, niscaya ia tidak dapat mengelak.” Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca firman Allah, “Dan demikianlah adzab Tuhanmu, apabila Dia menimpakan adzab penduduk negeri-negeri yang berbuat zhalim. Sesungguhnya adzab-Nya itu adalah sangat pedih lagi keras. (Qs. Hud: 102)” (HR. Muttafaqun ‘alaihi).
Penulis: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Baderi, M.A
Artikel www.PengusahaMuslim.com